Pelatihan sebelumnya, dilatih di pusat, tapi mulai 2019, dikaitkan dengan penguatan kompetensi pembelajaran, menjadi pelatihan berbasis zonasi dengan melatih para guru inti menjadi fasilitator yang baik, mencakup dari sekolah dasar hingga sekolah menengah," kata Supriano.
5vaA. Reportase Nuni Fitriarosah BANDUNG BARAT-NEWSROOM. Enam guru matematika SMP Kabupaten Bandung Barat bersama sejumlah guru mata pelajaran yang sama dari kabupaten lainnya di Jawa Barat, mengikuti pembekalan Guru Inti Program PKB melalui Peningkatan Kompetensi Pembelajaran PKP berbasis zonasi. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan PPPPTK Matematika tersebut bertempat di LPMP Jawa Barat berlangsung seminggu 20-26 Agustus 2019. Para guru tersebut adalah Ujang Rahmat Slamet SMPN 1 Gunung Halu, Aah Masruah SMPN 1 Cililin, Rika Kaniawaty SMPN 1 Padalarang, Nuni Fitriarosah SMPN 4 Ngamprah, Hendra Sudrajat SMPN 3 Sindangkerta, dan Suci Intan Sari SMPN 4 Lembang. Selama tujuh hari dibekali berbagai materi sebagai persiapan program PKP yang pada tahun 2019 ini mengalami perubahan skema pelatihan, yang semula dilatih di pusat, namun dikaitkan dengan penguatan kompetensi pembelajaran, menjadi pelatihan berbasis zonasi dengan melatih para guru inti menjadi fasilitator yang baik, mencakup dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Program PKP rencananya akan memaksimalkan peran guru inti, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di kelompok kerja di zonanya masing-masing. Peningkatan kompetensi ini berbiaya murah karena berbasis zonasi. Guru tidak perlu meninggalkan kegiatan belajar dan mengajar KBM di kelas, melaksanakan peer teaching pada kegiatan kelompok kerja, serta peer learning sesama guru dalam zonasinya. Selain itu, kerjasama antara guru secara berkomunitas community learning, serta kepala sekolah dan pengawas sekolah saling bertukar pengalaman. Pelatihan dilakukan berdasarkan pendekatan masalah yang berawal dari refleksi diri dan analisis hasil UN/USBN serta ujian sekolah. Implementasi program PKP akan berpusat pada kegiatan di zonasi, di mana guru akan melakukan peningkatan kompetensi di zonanya masing-masing, guru tidak lagi dikumpulkan di kabupaten/kota dalam waktu tertentu dan meninggalkan kelas. Ujang Rahmat Saleh mengungkapkan bahwa sistem zonasi telah dilaksanakan dalam pengaturan penerimaan siswa baru. Mulai tahun ini Pemerintah melalui Kemdikbud menjadikan zonasi sebagai basis pelatihan guru. Para Guru Inti dilatih untuk menjadi fasilitator yang baik agar dapat menjadi pelaku perubahan layanan pendidikan di zonanya masing-masing. “Dalam menjalankan peran sebagai Guru Inti, mudah-mudahan dapat menjadi ujung tombak untuk membenahi layanan pendidikan di masing-masing zona. Harapannya pelatihan guru berbasis zonasi ini dapat mengantarkan keberhasilan guru dalam mendidik dan mengantarkan seluruh siswa menjadi berprestasi tanpa diskriminasi,” ungkapnya. Lebih jauh Ujang rahmat menyampaikan tujuan kegiatan di atas adalah meningkatkan kompetensi siswa melalui pembinaan guru dalam merencanakan, melaksanakan sampai dengan mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi KBTT. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas para Guru Inti dalam memfasilitasi guru sasaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kompetensi guru. “Seperti kita ketahui bahwa pembangunan SDM menjadi fokus perhatian dari pemerintah. Guru adalah salah satu SDM di bidang pendidikan. Penerimaan siswa berdasakan zonasi memberi kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pendidikn tanpa memandang stigma sekolah favorit dan bukan sekolah favorit. Guru yang hebat itu dalah guru yang bisa mengantar semua siswa menjadi cerdas, dan sekolah bisa mengantar seluruh siswa menjadi cerdas. Kita berharap guru dapat lebih meningkatkan kontribusi untuk mendukung pembangunan SDM guna menyongsong bonus demografi,” lanjut Ujang Rahmat. Sementara itu, Nuni Fitriarosah mengatakan bahwa pembekalan ini membantu Guru Inti memahami dan menganalisis strategi dalam memfasilitasi guru sasaran dalam mengembangkan desain pembelajaran dan penilaian berorientasi KBTT yang terintegrasi lima unsur utama Penguatan Pendidikan Karakter PPK dan literasi dalam rangka mencapai kecakapan Abad 21. Pendidikan karakter adalah jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, begitu pula dengan Gerakan Literasi Nasional GLN yang merupakan induk gerakan literasi di lingkungan Kemdikbud yang dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak mulai dari lingkup keluarga, sekolah maupun masyarakat. “Pembekalan Guru Inti ini adalah awal dari proses peningkatan mutu pembelajaran. Materi yang diberikan pada pembekalan Guru Inti kembali menyadarkan guru bahwa Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tertuang dalam Permendikbud 37 tahun 2018 harus dijadikan pedoman sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Sehingga guru mengetahui titipan apa yang terkandung dalam Permendikbud tersebut. Selain itu, Pembelajaran terintegrasi PPK dan GLN yang berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi’ menjadikan guru menyadari bahwa antar PPK, GLN dan proses pembelajaran berbasis KBTT adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” kata Nuni. Di sisi lain, Rika Kaniawaty menandaskan bahwa program ini harus mempertimbangkan pendekatan kewilayahan atau dikenal dengan istilah zonasi. Hal ini guna meningkatkan efisiensi, efsektivitas, serta pemerataan mutu pendidikan. Pengelolaan kelompok kerja guru, yang selama ini dilakukan melalui gugus atau rayon, dapat terintegrasi melalui zonasi pengembangan dan pemberdayaan guru. Zonasi memperhatikan keseimbangan dan keragaman mutu pendidikan di lingkungan terdekat, seperti status akreditasi sekolah, nilai kompetensi guru, capaian nilai rata-rata UN/USBN, atau pertimbangan mutu lainnya. “Semoga kompetensi guru di KBB semakin merata. Semua guru agar mau mendukung program PKB melalui PKP berbasis zonasi, karena program ini mungkin saja tidak akan secara instant dapat terlihat manfaatnya. Namun, di kemudian hari kita dapat melihat bahwa ini dapat berdampak baik untuk peningkatan kompetensi kita sebagai guru maupun peningkatan kualitas siswa,” tandas Rika Kaniawaty. *** Editor Adhyatnika GU Total Views 0
ArticlePDF Available AbstractOne of the problems in educational sector in Indonesia today is the low competence of Elementary School Islamic Religious Education teachers in their instruction. Therefore, efforts to increase their competence need to be realized. One of the efforts can be pursued through quality education and training programs. This research is aimed at producing a training model for education and teacher training provider and finding out the level of validity of the developed model in improving the competence of Elementary School Islamic Religious Education teachers. The type of the research is R & D which applies Gall and Borg development model. Data sources are training implementers at the teacher training agency of West Sumatera Regional Religious Education Center Balai Diklat Keagamaan Wilayah Sumatera Barat in Padang, namely the Head of Division of Elementary School Islamic Religious Education Kepala Bidang PAI SD, and he Head of the Sumatera Regional Religious Education and Training Center in Padang, and the PLPG Implementation Committee for Elementary School Islamic Religious Education teachers at the Tarbiyah Faculty and Teacher Training Center of IAIN Imam Bonjol Padang. Data were collected through observation, interview, Focused Group Discussion, and expert judgment and questionnaires. Qualitative data were analyzed with the interactive model of Miles and Huberman. Quantitative data were analyzed with descriptive statistics. The research results showed that the education and training for teachers refers to the centralized model guide The results of the validation of the training model were with a very valid category. Abstrak Salah satu permasalahan dunia pendidikan di Indonesia saat ini adalah masih rendahnya kompetensi guru PAI SD dalam melaksanakan pembelajaran sesuai kebutuhan. Oleh sebab itu, upaya-upaya peningkatan kompetensi pendidik perlu dilakukan. Salah satu upaya dimaksud dapat ditempuh melalui program pendidikan dan pelatihan diklat yang berkualitas. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan bagi lembaga pelaksana Pendidikan dan pelatihan guru dan mengetahui tingkat validitas model dalam meningkatkan kompetensi guru PAI SD. Jenis penelitian yang digunakan adalah R & D dengan menerapkan model pengembangan Gall and Borg. Sumber data penelitian adalah pihak pelaksana pelatihan pada instansi pelaksana pelatihan guru, yaitu Kepala Bidang PAI SD, dan Kepala Balai Diklat Keagamaan Wilayah Sumatera di Padang serta Panitia Pelaksana PLPG bagi guru PAI SD di Fakutas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Data penelitian dikumpulkan dengan Teknik observasi, wawancara, Focus Group Discussion, meminta expert judgement dan penyebaran angket. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan adalah model interaktif. Miles and Huberman. Teknik analisis data kuanitatif menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi guru mengacu kepada panduan model secara terpusat. Hasil validasi model pelatihan adalah 80,07% dengan kategori sangat valid. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 249 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 Model Pelatihan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar Competency Improvement Training Model for Elementary School Islamic Religious Education Teachers Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia E-mail fadriati * Corresponding Author Abstract One of the problems in educational sector in Indonesia today is the low competence of Elementary School Islamic Religious Education teachers in their instruction. Therefore, efforts to increase their competence need to be realized. One of the efforts can be pursued through quality education and training programs. This research is aimed at producing a training model for education and teacher training provider and finding out the level of validity of the developed model in improving the competence of Elementary School Islamic Religious Education teachers. The type of the research is R & D which applies Gall and Borg development model. Data sources are training implementers at the teacher training agency of West Sumatera Regional Religious Education Center Balai Diklat Keagamaan Wilayah Sumatera Barat in Padang, namely the Head of Division of Elementary School Islamic Religious Education Kepala Bidang PAI SD, and he Head of the Sumatera Regional Religious Education and Training Center in Padang, and the PLPG Implementation Committee for Elementary School Islamic Religious Education teachers at the Tarbiyah Faculty and Teacher Training Center of IAIN Imam Bonjol Padang. Data were collected through observation, interview, Focused Group Discussion, and expert judgment and questionnaires. Qualitative data were analyzed with the interactive model of Miles and Huberman. Quantitative data were analyzed with descriptive statistics. The research results showed that the education and training for teachers refers to the centralized model guide The results of the validation of the training model were with a very valid category. Abstrak Salah satu permasalahan dunia pendidikan di Indonesia saat ini adalah masih rendahnya kompetensi guru PAI SD dalam melaksanakan pembelajaran sesuai kebutuhan. Oleh sebab itu, upaya-upaya peningkatan kompetensi pendidik perlu dilakukan. Salah satu upaya dimaksud dapat ditempuh melalui program pendidikan dan pelatihan diklat yang berkualitas. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan bagi lembaga pelaksana Pendidikan dan pelatihan guru dan mengetahui tingkat validitas model dalam meningkatkan kompetensi guru PAI SD. Jenis penelitian yang digunakan adalah R & D dengan menerapkan model pengembangan Gall and Borg. Sumber data penelitian adalah pihak pelaksana pelatihan pada instansi JURNAL TA’DIB, Vol 23 2, 2020, Juli-Desember ISSN 1410-8208 Print 2580-2771 Online Tersedia online di Received 16-05-2019; Revised 30-11-2020; Accepted 03-12-2020; Published 31-12-2020 250 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 pelaksana pelatihan guru, yaitu Kepala Bidang PAI SD, dan Kepala Balai Diklat Keagamaan Wilayah Sumatera di Padang serta Panitia Pelaksana PLPG bagi guru PAI SD di Fakutas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Data penelitian dikumpulkan dengan Teknik observasi, wawancara, Focus Group Discussion, meminta expert judgement dan penyebaran angket. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan adalah model interaktif. Miles and Huberman. Teknik analisis data kuanitatif menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi guru mengacu kepada panduan model secara terpusat. Hasil validasi model pelatihan adalah 80,07% dengan kategori sangat valid. Keywords Training models, teachers competence, islamic teacher PENDAHULUAN uru yang idealis dituntut memiliki dedikasi yang tinggi dan kinerja profesional sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan, teknologi dan perkembangan masyarakat Nurdin & Adriantoni, 2016. Kenyataan yang ditemukan pada beberapa lembaga pendidikan adalah kompetensi guru masih dalam kategori cukup Deni Suhandi dan Julia, 2014. Pola pelatihan masih konvensional dan sulit menjangkau seluruh guru. Pelatihan yang diterima guru masih sampai pada tahap pemahaman belum sampai pada tahap teknis dan praktis Fitria, Dkk. 2019. Masih adanya guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang keilmuan, model pelatihan yang dilaksanakan belum dapat meningkatkan kompetensi guru secara maksimal dan belum sesuai dengan karakter guru PAI Sekolah Dasar. Penyebab rendahnya mutu pembelajaran antara lain, karena pada umumnya guru bekerja sendiri dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Guru yang kreatif dan inovatif belum mampu mempengaruhi guru lain, karena tidak ada sharing di antara guru. Akibatnya, apabila guru yang kreatif dan inovatif pensiun, maka kreatifitas dan inovatif itu hilang pula. Model pembinaan guru yang telah dilakukan baru sebatas menyampaian materi dan tidak ditindaklanjuti dengan praktek dan pendampingan Subadi & Dahroni, 2017. Keberadaan guru sebagai pusat reformasi pendidikan dan peradaban, harus terpenuhi secara kuantitas dan kualitas. Hal ini bertujuan untuk mendorong reformasi kualitas guru. Kualitas guru sekaligus menjadi parameter kualitas pembelajaran Chew, 2016. Atas dasar ini, maka kompetensi guru harus ditingkatkan. Persoalan mutu pendidikan merupakan hal yang paling penting dan harus diantisipasi dalam mengembangkan suatu lembaga. Peningkatan kompetensi guru dapat ditempuh melalui pelatihan. Target pelatihan adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja saat ini, sedangkan target pengembangan adalah untuk meningkatkan produktivitas saat ini dan masa yang akan datang Anisah, 2014 1. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan yang valid untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar. Perancangan model pelatihan guru Pendidikan Agama Islam bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelatihan. Model pelatihan guru yang inovatif dan kreatif akan berpengaruh terhadap keberhasilan pelatihan guru. Desain model pelatihan dikembangkan secara baik dan tahapan yang benar, akan berpeluang besar dapat digunakan secara maksimal dan dapat meningkatkan kualitas pelatihan. Apabila kualitas pelatihan guru meningkat diharapkan akan dapat meningkatkan kompetensi guru. 251 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal perlu dikembangkan model pelatihan yang sesuai dengan karakter guru Pendidikan Agama Islam, memiliki landasan konseptual dan memiliki pedoman operasional yang jelas. Model pelatihan yang dikembangkan harus dapat meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Sumatera Barat. Pelatihan guru berguna untuk mengembangkan kompetensi profesional guru serta meningkatkan kecakapan dalam hal pengetahuan, pengalaman, sikap, nilai-nilai, moral dan keterampilan mereka Carr, 1999. Pelatihan guru konvensional tidak memiliki fokus pengajaran praktis dan cenderung sulit untuk diterapkan. Pelatihan tradisional lebih cenderung menggunakan metode ceramah, seminar, dan diskusi kelompok Akarawang, Kidrakran, & Nungchalerm, 2017. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode peneltian dan pengembangan. Disain pengembangan digunakan adalah disain pengembangan yang dikemukakan oleh Gall and Borg. Pada model Gall and Borg ada 10 sepuluh langkah penelitian dan pengembangan, yaitu 1 Research and information collecting, 2 Planning, 3 Develop preliminary form product, 4 Preliminary field testing, 5 Main product revision, 6 Main field testing, 7 Operational product revision, 8 Operational field testing, 9 Final product revison, 10 Dissemination and implementation Gall & Borg, 2003. Pada model yang dikemukakan Gall and Borg, setiap langkah penelitian pengembangan mempunyai kaitan yang erat satu sama lain. Pada penelitian tesis dan disertasi Gall and Borg menyarankan untuk membatasi penelitian pada skala kecil, termasuk kemungkinan membatasi langkah penelitian. Penelitian ini dirancang menggunakan langkah yang diyakini telah memenuhi untuk dapat menghasilkan model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru PAI Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan sepuluh tahapan penelitian dan pengembangan sebagaimana berikut Tabel 1. Tahapan Penelitian dan Pengembangan Model Pelatihan Mengumpulkan informasi berupa konsep dan teori yang berhubungan pelatihan guru yang relevan dengan model yang dikembangkan. Dilakukan secara berkesinambungan mulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, perancangan, analisis data, validasi dan finalisasi model. Mengumpulkan data dan analisis kebutuhan Melakukan studi lapangan untuk mengumpulkan data tentang model pelatihan yang sudah berlangsung bagi guru Pendidikan Agama Islam di Sumatera Barat, faktor pendukung dan penghambat serta upaya yang dilaakukan untuk meningkatkan mutu pelatihan guru. Penelitian lapagan dilakukan pada lembaga pelaksana pelatihan guru PAI, yaitu Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Sumatera Barat sebagai pelaksana Bimbingan Teknis Kurikulum 2013 bagi guru PAI SD, Balai Diklat Kementerian Agama Wilayah Sumatera sebagai pelaksana pendidikan dan Latihan teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru PAI SD dan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang sebagai pelaksana Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG. Membuat perencanaan model dengan melakukan analisis terhadap data di lapangan need analysis. Model pelatihan guru dirancang berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui penelitian lapangan untuk mengetahui analisis kebutuhan serta mengacu pada konsep dan teori yang diperoleh tentang model pelatihan guru. Prototipe model awal dihasilkan dihasilkan melalui tahap diskusi dan diskusi dengan pakar dan praktisi pelatihan guru. Kegiatan kelompok diskusi yang diikuti oleh unsur terkait dan kompeten, yaitu para ahli, pelaksana pelatihan guru dan pihak terkait yang memberikan kontribusi pemikiran dan masukan penting sebagai bahan untuk menyempurnakan model awal. Perbaikan draf model berdasarkan masukan, pandangan dan pertimbangan dari peserta FGD I untuk menyempurnakan menjadi draf model ke II. Focus Group Discussion II Diskusi kelompok tahap kedua untuk meminta masukan dari pakar, pelaksana pelatihan dan pihak terkait lainnya untuk memberikan masukan dan menyempurnakan draf model II. Masukan yang diperoleh pada FGD II 252 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 merupakan bahan untuk menyempurnakan model yang dihasilkan. Melakukan perbaikan draf model II berdasarkan masukan pada FGD II. Meminta pendapat dan penilaian pakar tentang model yang dihasilkan, yaitu penilaian pakar terhadap draf model pelatihan yang sudah direvisi berdasarkan masukan pada FGD I dan II. Validasi bertujuan untuk mendapatkan masukan dan penilaian pakar serta mengetahui kecocokan model pelatihan guru yang dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi guru PAI Sekolah Dasar. Melakukan revisi terhadap draf model berdasarkan masukan dari pakar. Revisi III dilakukan dengan memperhatikan penilaian, masukan dan komentar yang diberikan oleh pakar. Revisi dilakukan dengan menghilangkan hal-hal yang dianggap tidak perlu serta memperkuat hal-hal yang dianggap lemah. Kemudian muncul model akhir. Menetapkan model akhir pelatihan yang valid berdasarkan uji pakar uji konseptual untuk meningkatkan kompetensi guru PAI Sekolah Dasar Berdasarkan tahapan penelitian di atas, maka yang menjadi sumber data penelitian adalah pihak pelaksana pelatihan dari masing-masing instansi pelaksana pelatihan guru, yaitu Kepala Bidang PAI SD di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Kepala Balai Diklat Keagamaan Wilayah Sumatera di Padang dan Panitia Pelaksana PLPG bagi guru PAI SD di Fakutas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, instrumen Focus Group Discussion dan instrumen validasi pakar. Penelitian ini merupakan kombinasi penelitian deskriptif dan penelitian pengembangan. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah mixed methods research atau disebut juga metode penelitian yang menunjukkan asumsi filosofis dalam menunjukkan arah tentang cara pengumpulan data, menganalisis data serta perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, instrumen FGD, instrumen validasi dan instrumen analisis dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan untuk menjamin bahwa data penelitian yang diperoleh telah dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah. Pemeriksaan keabsahan data juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bentuk penelitian kualitatif, dilakukan dengan cara member check, yaitu pengecekan ulang terhadap data yang diperoleh, peer debriefring, yaitu mengadakan diskusi dengan teman sejawat, triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data melalui sumber lain, focus group discussion dan uji validasi pakar. Teknik analisis data wawancara meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data meliputi pengklasifikasian dan pengkodean sesuai dengan jenis data. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Model pelatihan yang dikembangkan ini memiliki tujuan untuk menghasilkan model pelatihan yang valid untuk meningkatkan kompetensi paedagogik dan profesional bagi guru PAI SD. Manfaat rancang bangun adalah 1 untuk menjadi pedoman/acuan dalam pelaksanaan pelatihan; 2 membantu menyiapkan komponen pelatihan, bahan-bahan dan metoda yang dapat digunakan dalam pelatihan. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi bagi para pengambil kebijakan. Pengambil kebijakan yang dimaksud adalah instansi pemerintah terkait dari tingkat pusat sampai tingkat Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah, Pengurus Komite Sekolah, serta Kepala Tata Usaha Sekolah. Pelaksanaan Pelatihan bagi guru PAI Sekolah Dasar di Sumatera Barat Hasil penelitian ini menunjukan kondisi lapangan tentang pelatihan yang telah dilaksanakan oleh 3 tiga lembaga yang melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan 253 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di Sumatera Barat, yaitu bimbingan teknis dan pelatihan kurikulum 2013 bagi guru Pendidikan Agama Islam oleh Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan Islam di Sekolah dasar Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan Islam di Sekolah Dasar, pelaksana pendidikan dan pelatihan fungsional peningkatan kompetensi guru oleh Balai Pendidikan dan Latihan Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat Kepala Seksi Teknis Pelaksana Pendidikan dan Pelatihan dan pelaksana Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG bagi guru Pendidikan Agama Islam yang akan disertifikasi oleh Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri IAIN Imam Bonjol Padang. Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan bagi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya berkisar pada materi bimbingan teknis pelaksanaan kurikulum 2013. Perencanaan kegiatan dilakukan dengan merancang Term of Reference TOR yang memuat kerangka acuan kegiatan implementasi kurikulum 2013 bagi guru PAI di sekolah. Data di atas sesuai dengan dokumentasi yang diperoleh melalui Term of Reference TOR Kegiatan Orientasi Implementasi Kurikulum 2013 bagi Guru PAI dan Budi Pekerti di Sumatera Barat. Perencanaan kegiatan mencakup tentang latar belakang kegiatan pelatihan yang memuat tentang Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Agama dan kebijakan lain yang menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan pelatihan kurikulum 2013, gambaran umum kegiatan yang memuat tentang dasar berfikir perlunya pelatihan tentang bimbingan teknis pelaksanaan kurikulum 2013, kompetensi yang diharapkan dari peserta pelatihan serta pola umum materi dan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan, penerima manfaat memuat tentang dampak signifikan orientasi implementasi kurikulum 2013 terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, maksud dan tujuan kegiatan memuat tentang tujuan penyelenggaraan orientasi implementasi kurikulum 2013, antara lain 1. Memberikan pemahaman pada peserta tentang rasional Kurikulum 2013, 2 memberikan pemahaman tentang Standar Kompetensi Lulusan SKL, Kompetensi Inti KI dan Kompetensi Dasar KD, 3. Memberikan pemahaman tentang strategi implementasi kurikulum 2013, 4. Memberikan pemahaman tentang model perancangan pembelajaran PAI, saintifik scientfic approach dan penilaian autentik authenthic assesment sesuai tuntutan kurikulum 2013, dan 5. Memberikan pemahaman tentang praktek pembelajaran terbimbing. Perencanaan kegiatan Pendidikan dan Latihan Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Sumatera Barat dirancang dengan nama desain program. Menurut Maswardi Wawancara 2016, hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan kegiatan adalah kebutuhan dan kuota yang tersedia bagi peserta Diklat untuk wilayah Sumbar, Riau dan Jambi. Perencanaan disusun dalam bentuk AKD Analisis Kebutuhan Diklat. Sehubungan dengan itu, menurut Siti Afriyanti Wawancara 2016, perencanaan kegiatan dan pedoman pelaksanaan Diklat sudah diatur dari pusat. Balai Diklat mengusulkan perencanaan tahunan untuk kegiatan Diklat yang diusulkan melalui rakor. Pada desain program Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar dikemukakan bahwa latar belakang pelaksanaan Diklat adalah perlunya peningkatan kompetensi profesional guru melalui pendidikan dan latihan. Berdasarkan Disain Program Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama Mata Pelajaran PAI Sekolah 254 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 Dasar diketahui bahwa sasaran kegiatan Diklat adalah terwujudnya peserta Diklat teknis fungsional peningkatan kompetensi guru pertama mata pelajaran PAI Sekolah Dasar yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan Jabatan Fungsional Guru Pertama. Penyelenggara Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG di FakultasTarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas PLPG. Di antaranya adalah dengan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan, yaitu dengan menjalankan angket respon peserta pelatihan terhadap pelaksanaan pelatihan. Angket respon peserta akan dijadikan sebagai bahan evaluasi dan acuan untuk memperbaiki kualitas pelatihan yang berikutnya. Di samping itu, juga dilakukan evaluasi terhadap proses, peserta dan instruktur pelatihan. Sebelum kegiatan PLPG dilaksanakan kegiatan refreshment dan briefing antar narasumber sebelum kegiatan. Pelaksananaan pelatihan bagi guru PAI SD di Sumatera Barat dilaksanakan oleh lembaga penanggungjawab pelatihan guru pada jajaran Kementerian Agama, yaitu Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat, Balai Diklat Keagamaan Provinsi Sumatera Barat dan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Masing-masing lembaga melaksanakan pelatihan bagi guru PAI SD berdasarkan rancangan kegiatan pelatihan yang sudah ditentukan sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh panitia pusat. Pelaksanaan pelatihan sudah baik, namun belum didasarkan kepada analisis kebutuhan peserta pelatihan karena tema dan materi pelatihan sudah ditentukan berdasarkan aturan dan petunjuk dari pusat. Pengembangan Model Pelatihan Produk yang dikembangkan adalah model pelatihan berbasis experiental reflecting processsing untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Sumatera Barat. Ciri utama model pelatihan ini adalah bahwa peserta pelatihan belajar berdasarkan pengalaman mereka. Eksplorasi pengalaman bertujuan untuk memacu peserta pelatihan untuk merefleksikan pengalaman mereka untuk memperbaiki proses pembelajaran yang mereka lakukan. Misalnya, peserta pelatihan mengamati kelas, mengingat apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, selanjutnya mereka merefleksikan dan mendiskusikan dengan sesama peserta pelatihan. Kemudian mereka mengambil kesimpulan untuk menghasilkan suatu ide bahkan teori untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran. Model ini memiliki 3 tiga kelebihan, yaitu pertama, suasana pelatihan menjadi lebih hidup, karena peserta pelatihan dapat berbagi pengalaman dengan sesama peserta, kedua, peserta pelatihan berperan sebagai mitra pelatih, dimana mereka dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan, ketiga, proses refleksi akan dapaat mempertajam pikiran kritis, sehingga dapat membantu mengambil keputusan tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas. Model ini akan dapat memperbaiki prinsip-prinsip kerja dan dapat menimbulkan rasa percaya diri peserta pelatihan, sehingga dapat membahas dan mengkritik ide atau pendapat orang lain. Model yang dihasilkan terdiri atas tiga buah buku yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar, yaitu a. Buku I, tentang Teknis Pelaksanaan Pelatihan yang terdiri atas pendahuluan, dasar hukum, tujuan dan manfaat, sasaran, indikator keberhasilan dan tahapan model pelatihan. b. Buku II berisi tentang Disain Program Pelatihan yang terdiri atas deskripsi, disain dan program pelatihan yang memuat perencanaan, tujuan pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, biaya pelatihan, dan evaluasi pelatihan. c. Buku III berisi tentang bahan ajar pelatihan yang terdiri atas materi pengembangan kebijakan leadership dan kebijakan PAI di sekolah, perubahan mindset kurikulum 2013, karakteristik dan analisis materi PAI, materi substansi mata 255 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 pelajaran PAI, memilih dan menyusun bahan ajar yang kontekstual, model-model pembelajaran PAI di SD, merancang, membuat dan menggunakan media berbasis IT, menyusun silabus dan RPP, perancangan teknik evaluasi pembelajaran PAI SD. Prototipe model pelatihan yang sudah dikembangkan pelu dilakukan pengayaan melalui kelompok diskusi terfokus yang dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada hari Sabtu tanggal 01 Agustus 2015 dan Selasa tanggal 18 Agustus 2015 yang bertempat di ruangan kuliah kampus Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang di Jalan Sudirman, Padang. Peserta pada FGD I diundang sebanyak 11 orang, namun yang berkesempatan hadir adalah sebanyak 8 orang. Sedangkan pada FGD II diundang sebanyak 12 orang dan yang berkesempatan hadir adalah sebanyak 8 orang. Berdasarkan masukan yang diperoleh dari tahapan FGD, maka dilakukan revisi produk tahap untuk dilanjutkan kepada tahap validasi pakar. Produk yang dihasilkan setelah revisi tahap adalah sebanyak 3 buah buku yang terdiri atas Buku I tentang Teknis Pelatihan, Buku II tentang Disain Program Pelatihan dan Buku II tentang materi Ajar Pelatihan yang dilengkapi dengan multi media CD interaktif. Validasi produk tentang model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar dilakukan oleh 8 delapan orang pakar yang kompeten, yaitu dari Universitas Negeri Padang, IAIN Imam Bonjol Padang, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat dan Kantor Balai Diklat Keagamaan Provinsi Sumatera Barat. Validator memvalidasi produk tentang model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar yang dibuat dalam 3 tiga buah buku, yaitu Buku I berisi tentang Teknis Pelaksanaan Pelatihan, Buku II tentang Disain Model Pelatihan dan Buku III tentang Bahan Ajar Pelatihan. Data hasil validasi model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam dari validator disajikan pada tabel sebagai berikut Tabel 2. Rata-Rata Hasil Validasi Model Pelatihan PeningkatanKompetensi Guru PAI SD Rata-Rata Nilai Validasi % Dari hasil validasi model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah dinilai oleh validator, seperti pada tabel di atas, dapat diketahui rata-rata hasil validasi secara umum adalah 80,07% dengan kategori sangat valid. Dari aspek-aspek yang dinilai didapat rata-rata nilai pada tujuan 79,65%, rasional 84,35%, isi model 79,46 %, karakteristik 78,72%, kesesuaian dan bahasa 79, 15 % dan bentuk fisik 79, 13 %. Pengkategorian hasil validitas model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar berdasarkan pendapat Riduwan, dimana persentase antara 0% - 20% dengan kategori tidak valid, 21% - 40% dengan kategori kurang valid, 41% - 60% dengan kategori cukup valid, 61% - 80% dengan kategori valid, 81%-100% dengan kategori sangat valid. Dari hasil validasi model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar yang telah dinilai validator menunjukkan model yang dikembangkan sangat valid. Hal ini berarti bahwa model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar yang dikembangkan sudah baik dan dapat digunakan sebagai acuan 256 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 dalam pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Sumatera Barat. Namun, masih ada beberapa saran dari validator yang digunakan untuk revisi. Penilaian umum validator terhadap model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah dihasilkan adalah dapat digunakan dengan sedikit revisi. Masukan dan saran dari validator sudah diperhatikan dalam menyempurnakan model yang dihasilkan. Hasil validasi secara keseluruhan menunjukkan bahwa model dihasilkan telah teruji kualitasnya dan telah dinyatakan sangat valid oleh validator. Menurut Anastasi dan Urbina, dalam Lufri, validitas adalah “suatu ukuran yang menunjukkan bahwa suatu alat ukur dapat mengukur sesuatu yang hendak diukur” Lufri, 2005. Dengan demikian hasil penilaian validator adalah, semua persyaratan dalam model yang meliputi tujuan, rasionalitas, karakteristik, kesesuaian dan bahasa, isi model dan bentuk fisik sudah sesuai dengan pengkategorian hasil validitas berdasarkan pendapat Riduwan “dimana persentase antara 0% – 20% adalah tidak valid, 21% -40% adalah kurang valid, 41% - 60% adalah cukup valid, 61% - 80% adalah valid, 81% - 100% adalah sangat valid. Pembahasan Hasil penelitian lapangan tentang pelatihan diperoleh dari 3 tiga lembaga yang melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di Sumatera Barat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah penyelenggaraan pelatihan guru PAI SD yang telah dilaksanakan perencanaan, tujuan pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, media dan evaluasi pelatihan mengacu kepada rambu-rambu pelaksanaan pelatihan yang dirancang oleh panitia pusat tanpa memperhatikan kondisi daerah setempat serta faktor pendukung dan penghambat yang ada. Sebaiknya dalam membuat perencanaan pelatihan guru, perlu diperhatikan laporan kegiatan pelatihan sebelumnya dengan mempertimbangkan kebutuhan guru-guru peserta pelatihan. Pelaksana pelatihan guru PAI SD perlu melakukan analisis kebutuhan terhadap peserta yang akan mengikuti pelatihan, karena kebutuhan guru-guru terhadap materi pelatihan cenderung dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan struktur kurikulum. Pelatihan dalam implementasi kurikulum 2013 penting dilakukan, hal ini bertujuan agar guru paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing- masing Yama & Setiyani, 2016. Pelatihan guru penting artinya untuk menumbuhkan motivasi untuk perubahan perilaku guru dalam mengajar, sehingga menjadi guru professional, Untuk itu, diperlukan pembinaan yang bertahap dan berkelanjutan Herianto, 2012. Model pelatihan guru yang sudah dilaksanakan berupa model penataran, di mana guru-guru peserta pelatihan diberikan sosialisasi materi selama 3 tiga hari tentang materi pelatihan. Berkenaan dengan penelitian yang telah dilakukan pada lembaga pelaksana pelatihan bagi guru PAI SD, diketahui bahwa model pelatihan yang baik adalah yang didasarkan pada analisis kebutuhan guru-guru terhadap pelatihan. Model ini membutuhkan partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah Fadriati, 2017. Pengalaman menjadi aspek penting untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Pembelajaran berbasis pengalaman dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi profesional guru, terutama dalam hal praktik di ruang kelas Girvan, Conneely, & Tangney, 2016. Berdasarkan hal tersebut, maka dirancang suatu model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru PAI SD yang berbasis analisis terhadap pengalaman guru yang bertujuan untuk memacu peserta pelatihan merefleksikan pengalaman mereka dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Misalnya, peserta pelatihan 257 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 mengamati kelas, mengingat hal yang dilakukan, merefleksikan dan mendiskusikan dengan sesama peserta pelatihan. Kemudian peserta pelatihan dapat mengambil kesimpulan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang mereka lakukan. Di antara fungsi pelatihan adalah memungkinkan sumber daya manusia untuk memunculkan potensi yang dimiliki. Program pelatihan yang baik harus mampu meningkatkan keterampilan mengajar guru Julifan, 2015. Pelatihan harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan pengembangan kompetensi. Model pelatihan guru yang baik, harus mampu meningkatkan kompetensi guru. Salah satu langkah yang diperlukan adalah strategi melaksanakan program pelatihan agar terhindar dari keusangan dan peserta tetap tertarik, dinamis dan bersemangat mengikuti pelatihan. Program pelatihan yang ideal harus terintegrasi dengan tugas dan praktek yang berkesinambungan Wahira, 2011. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kualitas produk hasil pengembangan, yaitu model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah sangat valid. Kesimpulan ini diperoleh melalui focus group discussion I dan II serta uji validasi oleh pakar yang relevan. Uji validasi dilakukan untuk mengetahui keshahihan suatu produk yang telah dikembangkan. Model pelatihan yang dikembangkan te;lah dilakukan uji validitas oleh beberapa validator yang berasal dari pakar pendidikan, pelatihan dan kurikulum, pakar bahasa dan praktisi pelatihan. Validator mengisi lembar validasi yang telah disediakan. Lembar validasi memuat beberapa aspek yang akan dinilai, meliputi aspek tujuan, rasionalitas model, isi model, karakteristik, kesesuaian dan bahasa serta bentuk fisik. Model pelatihan yang dihasilkan memiliki keterbatasan, yaitu masih terbatas penggunaannya pada pelatihan bagi guru PAI Sekolah Dasar yang dilaksanakan pada Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat. Penelitian yang dilakukan hanya sampai pada tahap uji validitas atau uji konseptual, tidak sampai pada tahap uji lapangan disebabkan karena keterbatasan dana dan faktor pendukung pelaksanaan pelatihan guru. Tidak tertutup kemungkinan pihak lain akan dapat melakukan uji implementasi terhadap model yang dihasilkan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Model yang dihasilkan terdiri atas tiga buah buku yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar, yang terdiri atas Buku I tentang Teknis Pelatihan, Buku II tentang Disain Program Pelatihan dan Buku III tentang materi Ajar Pelatihan yang dilengkapi dengan multimedia CD interaktif. Validasi produk tentang model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar dilakukan oleh 8 delapan orang pakar yang kompeten. Hasil validasi tentang model dinilai oleh validator diperoleh rata-rata hasil validasi secara umum adalah 80,07% dengan kategori sangat valid. Dari aspek-aspek yang dinilai didapat rata-rata nilai pada tujuan 79,65%, rasional 84,35%, isi model 79,46 %, karakteristik 78,72%, kesesuaian dan bahasa 79, 15 % dan bentuk fisik 79, 13 %. Pengembangan model pelatihan ini mempunyai implikasi bahwa peningkatan kompetensi guru dapat ditempuh melalui pelatihan guru. Pelatihan yang berkualitas akan dapat menghasilkan guru yang unggul, tangguh, berteknologi tinggi dan memiliki kompetensi yang memadai sehingga mampu berkompetisi dan berprestasi. Pelaksanaan pelatihan guru membutuhkan perencanaan yang matang yang didasarkan kepada analisis kebutuhan guru, materi ajar pelatihan yang memadai, strategi dan metode pelatihan yang tepat dan efektif, sehingga guru-guru mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan baik dan mampu merespon kebutuhan peserta didik dan pembelajaran pada umumnya. Setiap 258 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 kegiatan pelatihan membutuhkan dukungan dan perhatian dari berbagai pihak yang terkait agar tercapai peningkatan kualitas guru yang diharapkan. Betapapun bagusnya model pelatihan yang dihasilkan, apabila tidak ada perhatian dan dukungan dari pihak yang terkait, maka tidak akan berati apa-apa Fadriati, 2014. Guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi keguruan dan sertifikat profesional. Namun masih ada guru PAI yang sudah memiliki kualifikasi dan sertifikat pendidik, namun kompetensinya masih jauh dari memadai. Atas dasar ini, fokus pembinaan pemerintah terhadap guru PAI SD, terutama guru yang sudah bersertifikat adalah meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan. REFERENSI Akarawang, C., Kidrakran, P., & Nungchalerm, P. 2017. Developing ICT Competency for Thai Teachers through Blended Training. Journal of Education and Learning EduLearn, 101, 15. Anisah. 2014. Pengaruh Pelatihan terhadap Produktivitas Guru PNS pada SMPN 15 Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 142, 1–5. Retrieved from Carr, D. 1999. Professional education and professional ethics right to die or duty to live? Journal of Applied Philosophy, 161, 33–46. Chew, L. C. 2016. Teacher Training and Continuing Professional Development the Singapore Model. In Prosiding ICTTE FKIP UNS 2015 Vol. 1, pp. 165–171. Fadriati. 2014. Strategi dan Teknik Pembelajaran PAI Pengarang. In STAIN Batusangkar Press pp. 1–208. Fadriati. 2017. A Model of Discovery Learning Based-Text Book of Character and Islamic Education An Accuracy Analysis of Student Book in Elementary School. Ta’dib, 202, 188–201. Retrieved from Fitria, Happy, Dkk., Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas, Abdimas Unwahas, Vol. 4,No. 1, April, 2019 Gall, M. D., & Borg, W. R. 2003. Educationnal Research And Introduction., 2003. In USA Pearson Education. Girvan, C., Conneely, C., & Tangney, B. 2016. Extending experiential learning in teacher professional development. Teaching and Teacher Education, 58August, 129–139. Herianto, E. 2012. Pembinaan Pasca Pelatihan dalam Pembentukan Perilaku Profesional Keguruan Di Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah Dasar, 212, 167–177. Julifan, J. A. 2015. Efektivitas manajemen pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi bagi guru. Jurnal Administrasi Pendidikan, 222, 1–12. Lufri. 2005. Buku Ajar Metodologi Penelitian. In Padang UNP,. Nurdin, S., & Adriantoni. 2016. Kurikulum dan Pembelajaran. In Jakarta RajaGrafindo Persada pp. 1–401. Subadi, T., & Dahroni, D. 2017. Model Pelatihan Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Di Smp Muhammadiyah Kartasura. Scholaria Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 71, 26. Suhandi, Deni, dan Julia, Identifikasi Kompetensi Guru sebagai Cerminan Profesionalisme Tenaga Pendidik di Kabupaten Sumedang Kajian Kompetensi Paedagogik, Mimbar Sekolah Dasar, Volume 1 Nomor Tahun 2014. Wahira. 2011. Pengembangan Model Pelatihan Apresiasi Seni Tari Tradisi 259 TA’DIB, Volume 23 Nomor 2, Desember 2020 Lokal pada Guru di Sekolah Dasarr. Penelitian Dan Pendidikan, 292, 149–157. Yama, S. F., & Setiyani, R. 2016. Pengaruh Pelatihan Guru, Kompetensi Guru dan Pemanfaatan Sarana Prasarana terhadap Kesiapan Guru Prodi Bisnis Manajemen dalam Implementasi Kurikulum 2013. Economic Education Analysis Journal, 51, 85–99. ... With a good understanding of multiculturalism, teachers will find it easier to answer students' problems and develop their potential. This can be done with the experiential reflecting processing training model, namely increasing competence through programs that involve learning experiences by both teachers and students Fadriati, 2020. ...This paper seeks to examine the concept of “Merdeka Belajar” or “Freedom of Learning” which was initiated by the Indonesian Minister of Education and Culture, Nadiem Makarim. The study of freedom of learning uses text study with content analysis method. The concept of “Freedom of Learning” is very interesting when studied with a multicultural education perspective. Moreover, the two concepts have the same relevance and spirit, namely freedom and justice in the human resources development context, particularly through the educational process. Based on the results, the implementation of “MerdekaBelajar” program so far includes four aspects, namely financing, teachers / educators, assessment, and graduates. In a multicultural perspective, problems in management and assessment aspects basically caused by a misunderstanding of the meaning of standards and standardization. Meanwhile, the teacher and graduate aspects lie in the importance of developing multicultural a multicultural education perspective in the “Freedom of Learning” policy also transforms an education system that is creative, innovative, and paper introduces the use of experiential learning during the early stages of teacher professional development. Teachers observe student outcomes from the very beginning of the process and experience new pedagogical approaches as learners themselves before adapting and implementing them in their own classrooms. This research explores the implementation of this approach with teachers in Irish second level schools who are being asked to make significant pedagogic changes as part of a major curriculum reform. Teachers’ self-reflections, observations and interviews demonstrate how the process and outcomes influenced their beliefs, resulting in meaningful changes in classroom purpose of this study aims to enhance teachers’ ICT competency. Three hundred and thirty seven teachers are surveyed through a questionnaire to identify training problems and training needs. Then the blended training model is implemented with teachers. The result showed that it can increase score in cognitive and attitude tests. The post-test score is higher than those pre-test score at .01 level of statistical significance. Also, teachers’ ICT competency is in good CarrDespite the undeniable ethical dimensions of paid occupations — trades and services — other than the traditional professions, it is still natural to associate courses of professional ethics with medicine, law, nursing or teaching, rather than auto-repair, supermarket assistance or window-cleaning. Indeed, it seems plausible to hold that if there is anything more to the traditional distinction of professions from trades or other services than considerations of social and economic status, it might well reside in the distinctive ethical or moral character and implications of such occupations as medicine, law and education. This paper undertakes to explore, via examination of some of the commonly suggested criteria of professionalism, the nature of such implications and the extent to which they justify continued deployment of a distinctive occupational category of profession’. On the assumption that they do, however, the paper is also concerned to examine critically the consequences for education in professional ethics of any such distinctive ethics of Pelatihan terhadap Produktivitas Guru PNS pada SMPN 15AnisahAnisah. 2014. Pengaruh Pelatihan terhadap Produktivitas Guru PNS pada SMPN 15Teacher Training and Continuing Professional Development the Singapore ModelL C ChewChew, L. C. 2016. Teacher Training and Continuing Professional Development the Singapore Model. In Prosiding ICTTE FKIP UNS 2015 Vol. 1, pp. 165-171.Strategi dan Teknik Pembelajaran PAI PengarangFadriatiFadriati. 2014. Strategi dan Teknik Pembelajaran PAI Pengarang. In STAIN Batusangkar Press pp. 1-208.A Model of Discovery Learning Based-Text Book of Character and Islamic Education An Accuracy Analysis of Student Book in Elementary SchoolFadriatiFadriati. 2017. A Model of Discovery Learning Based-Text Book of Character and Islamic Education An Accuracy Analysis of Student Book in Elementary School. Ta'dib, 202, 188-201. Retrieved from Meningkatkan Kompetensi Guru melalui Pelatihan Penelitian Tindakan KelasHappy FitriaDkkFitria, Happy, Dkk., Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas, Abdimas Unwahas, Vol. 4,No. 1, April, 2019Educationnal Research And IntroductionM D GallW R BorgGall, M. D., & Borg, W. R. 2003. Educationnal Research And Introduction., 2003. In USA Pearson Pasca Pelatihan dalam Pembentukan Perilaku Profesional Keguruan Di Madrasah IbtidaiyahE HeriantoHerianto, E. 2012. Pembinaan Pasca Pelatihan dalam Pembentukan Perilaku Profesional Keguruan Di Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah Dasar, 212, 167-177.
This paper aims to discuss the training on the use of scaffolding talk in developing English language learning instruction for kindergarten teachers of Bengkulu City. The purpose of the training was to enhance the quality of the kindergarten teachers’ professional by 20 kindergarten teachers of English, the training used the inductive participative training method was held in PAUD Intan Insani in Muara Bangkahulu of Bengkulu city on August 3, 2019. The training consisted of three phases presenting the training materials, developing lesson plans, and practicing using the lesson plans in the classroom. This training was also the application of the books of Kiddos An Integrated, Communicative and Character-based Material for Kindergarten Students, the outcome of the national research grant in 2005-2016. In this training, the teachers were trained to use the scaffolding talk in developing the instruction for learning English. The result show that the teachers are able to develop the lesson plans based on the chosen topics in the books but there is no video of the teaching practices in the classroom were submitted by the teachers yet. It could probably caused by many administrative tasks and activities they have to fulfil at schools. In addition, there is also the tendency among the teachers that they prefer a short training instead of the one which take three phases and long time to finish. Therefore, it is suggested to conduct a short training which takes one short time only and has not had many phases to be fulfilled. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 69 PELATIHAN PENGGUNAAN SCAFFOLDING TALK DALAM PENGEMBANGAN INSTRUKSI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BAGI GURU PAUD INTI KOTA BENGKULU A TRAINING ON THE USE OF SCAFFOLDING TALK IN DEVELOPING ENGLISH LANGUAGE LEARNING INSTRUCTION FOR KINDERGARTEN TEACHERS OF BENGKULU CITY Wisma Yunita, Gita Mutiara Hati, Mei Hardiah FKIP Universitas Bengkulu Email wismayunita / gitamutiara ABSTRACT This paper aims to discuss the training on the use of scaffolding talk in developing English language learning instruction for kindergarten teachers of Bengkulu City. The purpose of the training was to enhance the quality of the kindergarten teachers’ professional by 20 kindergarten teachers of English, the training used the inductive participative training method was held in PAUD Intan Insani in Muara Bangkahulu of Bengkulu city on August 3, 2019. The training consisted of three phases presenting the training materials, developing lesson plans, and practicing using the lesson plans in the classroom. This training was also the application of the books of Kiddos An Integrated, Communicative and Character-based Material for Kindergarten Students, the outcome of the national research grant in 2005-2016. In this training, the teachers were trained to use the scaffolding talk in developing the instruction for learning English. The result show that the teachers are able to develop the lesson plans based on the chosen topics in the books but there is no video of the teaching practices in the classroom were submitted by the teachers yet. It could probably caused by many administrative tasks and activities they have to fulfil at schools. In addition, there is also the tendency among the teachers that they prefer a short training instead of the one which take three phases and long time to finish. Therefore, it is suggested to conduct a short training which takes one short time only and has not had many phases to be fulfilled. Keywords scaffolding talk, kindergarten, learning instruction. PENDAHULUAN Usia dini 0-6 tahun merupakan masa di mana seorang anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara pesat dalam segala aspek yang meliputi fisik, kognitif, bahasa, sosial, dan emosional. Dengan demikian, seorang anak harus mendapat bimbingan dan asahan yang tepat dan berkesinambungan supaya mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Bimbingan tersebut tidak hanya berasal dari orang tua, lembaga PAUD juga menjadi tempat di mana anak usia emas dibantu untuk mengembangkan potensi nya di berbagai aspek secara tepat melalui pemberian pengalaman kepada mereka secara beragam dan meenyenangkan sehingga mereka akan lebih siap ketika akan mengikuti pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar SD. Lembaga PAUD di Kota Bengkulu sudah banyak tersedia dengan berbagai program unggulan yang ditawarkan oleh masing-masing satu program unggulan yang marak ditawarkan adalah Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 70 pembelajaran bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan pada usia emas anak berada dalam critical period di mana mereka dapat mengembangkan kemampuan berbahasa asing dengan baik apabila diberi pemajanan yang tepat. Pada masa ini organ bicara anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga mereka akan dengan mudah menghasilkan bunyi-bunyi tertentu dalam bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris, yang pada akhirnya akan menjadikan mereka mampu melakukan pengucapan dalam bahasa Inggris seperti layaknya penutur asli Clarke, 2000. Beberapa PAUD di kota Bengkulu sudah menawarkan pembelajaran bahasa Inggris sebagai salah satu aktivitas pembelajaran. Namun demikian, mengajarkan bahasa Inggris kepada anak tidak semudah yang persoalan yang timbul di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian oleh Yunita & Hati 2016, beberapa permasalahan yang dihadapi oleh guru dan lembaga PAUD dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris adalah 1 tidak tersedianya silabus dan materi ajar yang diterbitkan secara resmi oleh pemerintah; 2 keterbatasan media dan keterampilan guru dalam penggunaan media untuk pembelajaran bahasa Inggris; 3 ketidakefektifan dalam aktivitas pembelajaran bahasa Inggris. Permasalah tersebut tidak begitu mengherankan mengingat guru yang mengajar di lembaga PAUD berasal dari lulusan yang memiliki latar belakang pendidikan untuk PAUD, bukan Pendidikan Bahasa menguasai dengan baik berbagai prinsip dan strategi dalam mengembangkan aktivitas pembelajaran untuk anak, namun tidak halnya dengan aktivitas pembelajaran bahasa menciptakan aktivitas pembelajaran bahasa Inggris yang baik dan efektif, diperlukan kemampuan dalam merancang pembelajaran, penyiapan media yang tepat, pemberian instruksi pembelajaran yang efektif, serta pengetahuan yang cukup mengenai bahasa Inggris itu sendiri. Dari masalah yang diidentifikasi di atas, tim pengusul sudah berhasil mengembangkan materi pembelajaran bahasa Inggris untuk anak PAUD yang dikemas menjadi buku berjudul Kiddos An Integrated, Communicative and Character-based Materials for Kindergarten Students yang dibagi menjadi dua jenjang. Materi ajar ini merupakan hasil penelitian Hibah Penelitian Produk Terapan yang dibiayai oleh DRPM Kementerian permasalahan baru timbul. Berdasarkan hasil diskusi informal dengan beberapa guru PAUD Inti di Kota Bengkulu, ditemukan bahwa meskipun sudah tersedia materi ajar bahasa Inggris yang relevan, guru masih menghadapi persoalan mengenai bagaimana mengelola dan melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris yang efektif untuk anak usia dini dengan hanya berbekal kemampuan bahasa Inggris secara umum. Para guru tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris sehingga tidak mudah bagi mereka untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris dengan itu, pembelajaran bahasa Inggris tidak cukup dengan hanya guru memiliki kemampuan berbahasa Inggris saja tetapi juga keterampilan dalam memberikan instruksi pembelajaransecara tepat dan efisien. Sehingga, masalah lain yang dapat diidentifikasi di sini adalah kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan bahasa yang tepat dalam pemberian instruksi pembelajaran bahasa Inggris. Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan mengadakan pelatihan bagi guru PAUD khususnya pada PAUD Inti di Kota Bengkulu mengenai bagaimana cara yang tepat dalam mengembangkan instruksi pembelajaran bahasa Inggris, yaitu dengan menggunakan Scaffolding Talk merupakan Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 71 language accompanying action atau bahasa yang menyertai tindakan berupa ungkapan-ungkapan yang digunakan guru sebagai bentuk pengembangan instruksi selama pembelajaran berlangsung untuk membantu siswa belajar. Ungkapan-ungkapan yang merupakan Scaffolding Talk digunakan untuk membimbing dan membantu siswa memahami apa yang harus mereka lakukan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Scaffolding talkperlu dipelajari dan dilatihkan supaya penggunaannya tepat sasaran dan natural sebagaimana digunakan oleh penutur asli bahasa Inggris. Dengan demikian, diperlukan pelatihan khusus mengenai penggunaan scaffolding talk supaya guru PAUD Inti di Kota Bengkulu dapat lebih baik dan efisien lagi dalam memperkenalkan bahasa Inggris kepada anak-anak peserta didik. Berdasarkan pendahuluan di atas, kompetensi profesionalitas guru khususnya menggunakan instruksi dalam pembelajaran bahasa Inggris sangat diperlukan oleh guru PAUD agar proses belajar bahasa Inggris menjadi menarik dan bermakna. Untuk itu melalui pengabdian ini peneliti akan melakukan Pelatihan Penggunaan Scaffolding Talk dalam Pengembangan Instruksi Pembelajaran Bahasa Inggris Bagi Guru PAUD Inti Kota Bengkulu. Pemilihan tema pelatihan ini didasarkan dari identifikasi masalah yang dihadapi oleh guru PAUD Inti dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran bahasa Inggris, yaitu 1. Tidak tersedianya silabus dan materi ajar yang dilengkapi dengan aktivitas pembelajaran yang beragam serta petunjuk pelaksanaan pembelajaran 2. Ketidakefektifan dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris karena tidak adanya panduan dalam mengembangkan instruksi pembelajaran bahasa Inggris 3. Guru PAUD yang mengajarkan bahasa Inggris bukan guru yang berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris sehingga belum mendapat pengetahuan mengenai bagaimana mengembangkan instruksi pembelajaran dalam bahasa Inggris 4. Guru PAUD belum pernah mendapat pelatihan mengenai bagaimana cara mengembangkan instruksi pembelajaran dalam bahasa Inggris Berdasarkan hal itu maka rumusan masalah dalam pengabdian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan guru PAUD Inti dalam mengembangkan instruksi dalam pembelajaran bahasa Inggris melalui penggunaan scaffolding talk.” Scaffolding Talk berasal dari teori yang pertama kali dikembangkan oleh Jerome Bruner, seorang ahli psikologi kognitif, di tahun 1950-an. Istilah ini dia gunakan untuk menggambarkan proses pemrolehan bahasa anak ketika mereka mulai belajar berbicara yang pada umumnya dibantu oleh orangtua mereka. Scaffolding dalam konteks pengajaran pada awalnya diperkenalkan oleh Vygotsky 1978 melalui teorinya mengenai ZPD Zone of Proximal Development, walaupun Vygotsky sendiri tidak pernah menggunakan secara eksplisit istilah scaffolding ini. Teori ini menyatakan bahwa ada zona di antara dua level, yaitu level di mana anak sudah menguasai sesuatu secara mandiri dan level berikutnya di mana anak bisa mencapainya dengan bantuan dari orang lain. Ketika anak berada pada zona ini, bantuan yang tepat dari guru akan membantu siswa untuk menguasai sesuatu atau menyelesaikan tugas di level yang lebih tinggi tersebut. Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 72 Di sinilah peran Scaffolding Talk oleh merupakan elemen penting dalam proses pembelajaran di mana guru secara terus menerus menyesuaikan bantuan yang bisa diberikan kepada siswa supaya mereka dapat memahami dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Guru dapat melakukannya dengan memberikan contoh, memberikan petunjuk-petunjuk, serta mengadaptasi materi ajar dan aktivitas pembelajaran Copple & Bredekamp, 2009. Yang perlu diperhatikan adalah ketika memberikan instruksi dan petunjuk sembari memberikan contoh, guru harus menggunakan bahasa yang jelas dan sederhana supaya mudah dipahami oleh siswa sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan. Berikut beberapa strategi yang dapat digunakan dalam scaffolding talk Alber, 2014 1. Show and tell, guru tidak hanya menginstruksikan siswa untuk melakukan sesuatu, tetapi guru juga harus memperagakan cara bagaimana melakukannya. 2. Tap into prior knowledge, aktifkan pengetahuan awal siswa dengan cara mengaitkan materi pembelajaran dengan apa yang sudah siswa ketahui sebelumnya. 3. Give time to talk, siswa sebaiknya diberikan waktu yang cukup untuk dapat memproses apa yang diinstruksikan oleh guru 4. Pre-teach vocabulary, guru memperkenalkan dahulu kata-kata yang belum familiar dengan siswa. 5. Using visual aids, gunakan alat bantu sehingga pembelajaran yang abstrak akan lebih konkrit sehingga siswa dapat memproses instruksi yang diberikan dengan lebih mudah. 6. Pause, ask questions, pause, review, berikan instruksi tidak hanya sekali tetapi berkali-kali sembari guru melihat perkembangan apakah siswa mengerjakan tugas yang diberikan sesuai dengan instruksi guru. Penggunaan scaffolding talkyang baik dan tepat sudah terbukti berhasil meningkatkan pemrolehan belajar siswa, khusunya dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam hal pengembangan bahasa dan literasi di tingkat pra-sekolah Pentimontii & Justice, 2010. Untuk itu, penggunaan strategi scaffolding talk ini diharapkan juga dapat membantu guru dalam pengembangan instruksi pembelajaran bahasa Inggris untuk anak di PAUD kota Bengkulu. METODE PENGABDIAN Metode yang digunakan dalam kegiatan pelatihan ini adalah model pelatihan induktif yang terdiri dari 7 langkah seperti dikemukakan oleh Kamil 2018 dan diikuti oleh guru PAUD Inti Kota berlokasi di PAUD Intan Insani Pematang Gubernur, Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu. Tujuh langkah dalan metode Induktif partisipatif tersebut diwujudkan dalam bentuk pelatihan yang dilakukan sebanyak tiga tahap. Tahap pertama digunakan untuk analisis masalah yang dihadapi oleh guru PAUD dalam memberikan instruksi dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar dan mengetahui sejauh mana pengetahuan guru PAUD tentang instruksi dalam bahasa selanjutnya diberikan pelatihan dengan materi tentang instruksi dalam pembelajaran bahasa Inggris dan pengembangan instruksi dari materi yang telah disiapkan oleh peneliti. Pada tahap ini guru juga diminta untuk membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran RPP untuk satu materi pembelajaran untuk Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 73 digunakan dalam proses belajar bahasa Inggris. Terakhir, tahap ketiga digunakan untuk praktek guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dengan mengunakan RPP yang telah disiapkan dan telah memuat instruksi dalam bahasa Inggris. Praktek pembelajaran ini direkam dalam bentuk dalam kegiatan ini yang terdiri dari angket terbuka yang diberikan pada guru dan hasil kerja berupa RPP dianalisis secara kualitatif. Kegiatan utama yang dilakukan adalah memberikan pelatihan bagi guru-guru PAUD mengenai penggunaan scaffolding talk yang baik dalam pengembangan instruksi pembelajaran dan aktivitas pembelajaran bahasa Inggris. Berikut rincian kegiatan yang sudah dilaksanakan berdasarkan rancangan kegiatan yang sudah disusun sebelumnya. 1. Persiapan Kegiatan Pelatihan Tahap persiapan dilaksanakan selama bulan April Juli 2019. Pada tahap ini, tim pelaksana merancang angket yang bertujuan untuk menganalisis kebutuhan guru PAUD akan pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak PAUD. Selain itu angket ini juga mencoba menjaring permasalahan apa yang selama ini guru hadapi ketika mereka melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris untuk anak PAUD. Selain mengambil data dari angket, tim pelaksana juga berdiskusi dengan pihak mitra terkait teknis pelaksanaan kegiatan, yang meliputi tempat pelaksanaan pelatihan, fasilitas pendukung pelatihan, undangan peserta pelatihan, serta jadwal acara pelatihan. Pada tahap ini, kedua belah pihak juga membahas peran yang akan dijalankan terkait pelaksanaan kegiatan pelatihan. Hasil dari diskusi adalah pihak mitra menyediakan ruangan tempat pelatihan, fasilitas pendukung seperti LCD Proyektor dan Layar, sound system, dan kursi untuk pemateri serta peserta undangan. Sedangkan tim pelaksana berperan dalam menyiapkan undangan untuk peserta pelatihan, susunan acara pelatihan, materi pelatihan, serta konsumsi selama kegiatan. Tim pelaksana dibantu oleh empat orang mahasiswa dalam hal menyebarkan undangan dan menyiapkan pelaksanaan acara, serta bersiaga selama acara pelatihan untuk membantu apabila ada kendala teknis selama acara pelatihan berlangsung. 2. Pelaksanaan Pelatihan Sesuai kesepakatan yang telah didiskusikan antara kedua belah pihak, pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2019 pukul WIB bertempat di Aula PAUD Intan Insani Jl. WR Supratman, Pematang Gubernur, kota Bengkulu. Peserta yang ditargetkan sebanyak 30 orang guru, namun dikarenakan adanya perubahan jadwal karnaval PAUD oleh pemerintah kota Bengkulu, banyak peserta yang sebelumnya sudah bersedia datang ke kegiatan pelatihan terpaksa harus mundur untuk mengawal anak PAUD mengikuti acara karnaval tersebut. Pada hari pelatihan, peserta yang hadir sejumlah 20 orang guru dari beberapa PAUD di Kota Bengkulu. Pelaksanaan pelatihan dibagi menjadi tiga sesi, sesi pertama berupa diskusi dan konfirmasi antara peserta dan nara sumber pelatihan mengenai data yang dikumpulkan melalui angket yang sebelumnya sudah disiapkan pada saat persiapan kegiatan. Sesi kedua merupakan kegiatan inti pelatihan, yaitu pemaparan materi pelatihan. Sesi ketiga adalah sesi tanya jawab dan diskusi lebih lanjut mengenai materi yang telah disampaikan oleh nara sumber. Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 74 Sesi pertama berlangsung lancar tanpa berdiskusi bersama peserta mengenai fakta dan kondisi yang terjadi di lapangan terkait pembelajaran bahasa Inggris di diskusi tersebut diketahui bahwa hampir seluruh peserta pelatihan hanya melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris tanpa ada jadwal yang mengajar bahasa Inggris juga bukan guru yang berlatar pendidikan guru bahasa Inggris. Tidak diragukan lagi, mereka belum mengetahui apa yang dimaksud dengan scaffolding talk dalam belajar bahasa Inggris dan mereka menemui kesulitan dalam mencari materi dan mengembangkan aktivitas yang sesuai untuk anak. Hasil diskusi ini mengarah kepada rasa keingintahuan peserta terhadap materi yang akan dipaparkan oleh nara sumber. Di sesi kedua, narasumber menyampaikan materi mengenai bagaimana penggunaan scaffolding talk dalam pengembangan instruksi pembelajaran bahasa Inggris. Peserta tampak antusias dalam mengikuti pemaparan materi oleh nara sumber. Selain itu peserta tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti alur materi yang disampaikan dikarenakan materi dasar yang dibahas masih banyak kaitannya dengan pendidikan anak usia dini. Namun demikian, ada penambahan terhadap pengetahuan dasar mereka, yaitu bagaimana mengaitkannya ke dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia dini. Sesi ketiga merupakan sesi dimana peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan lebih mendalam mengenai materi yang sudah disampaikan oleh nara sumber. Dari sekian banyak pertanyaan, ada satu kesaamaan situasi yang mereka hadapi dalam usaha mengajarkan bahasa Inggris kepada anak PAUD, yaitu bagaimana memberikan instruksi dalam bahasa Inggris. Selama ini mereka hanya langsung mengajarkan kosakata bahasa Inggris tanpa ada pemajanan lain dalam bahasa Inggris. Peserta kemudian didorong untuk berikutnya berlatih memberikan instruksi dengan menggunakan bahasa Inggris supaya anak mendapat lebih banyak input bahasa Inggris. Kegiatan utama pelatihan berakhir setelah sesi ketiga berakhir. Namun setelah waktu istirahat, peserta dikumpulkan kembali dan diberi pengarahan mengenai kegiatan pengabdian selanjutnya, yaitu pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH khusus untuk praktek penggunaan scaffolding talk yang sudah dilatihkan. Peserta diberi waktu selama dua minggu untuk mengembangkan RPPH untuk pembelajaran bahasa Inggris dengan mempraktekkan penggunaan scaffolding talk dalam memberikan instruksi selama pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan Scaffolding Talk Kegiatan akhir dari pengabdian ini adalah praktek pelaksanaan pembelajaran yang direkam dalam saat laporan ini ditulis, peserta kegiatan pengabdian belum ada yang sampai pada tahap praktek dan memvideokan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah mereka masing-masing. Beberapa peserta pelatihan telah mengirimkan RPPH mereka dan ditindaklanjuti dengan pemberian materi dari buku Kiddos sesuai topik yang akan mereka gunakan dalam pembelajaran nanti. Berdasarkan analisis terhadap RPP harian yang telah dibuat oleh guru, terlihat bahwa mereka telah mampu membuat RPP sesuai dengan tema-tema yang ada pada buku Kiddos misalnya Tema Tubuhku dan Buah-Buahan. Namun demikian, untuk video rekaman kegiatan pembelajaran di dalam kelas, belum ada guru yang Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 75 mengumpulkannya. Hal ini kemungkinan terjadi karena guru enggan proses belajar-mengajar mereka direkam dan kegiatan pengabdian yang panjang dan bertahap-tahap membuat mereka tidak bisa mengikuti secara penuh karena kesibukan dengan aktivitas lainnya di sekolah. Evaluasi Kegiatan Berdasarkan evaluasi kegiatan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pelatihan ini sangat bermanfaat bagi penambahan pengetahuan guru tentang penggunaan Scaffolding Talks dalm proses pembelajarannya. Namun demikian pelatihan yang berlapis tahapannya, membuat RPPH dan merekam proses pembelajaran di kelas mereka, cenderung tidak terlalu menarik bagi guru karena kegiatan tersebut memerlukan waktu yang lama dan proses merekam kegiatan mereka dalam mengajar cenderung membuat guru agak enggan, sehingga tidak tidak ada video yang dikumpulkan sampai tahap akhir pelatihan ini . Ada kecendrungan guru-guru lebih menyukai kegiatan yang lebih singkat dan tidak berlapis sampai pada tahap merekam proses pembelajan mereka di kelas. KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan Pelatihan Penggunaan Scaffolding Talk dalam Pengembangan Instruksi Pembelajaran Bahasa Inggris Bagi Guru PAUD Inti Kota Bengkulu ini telah dilaksanakan sampai pada tahap Implementasi pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan Scaffolding itu telah ada beberapa guru yang mengumpulkan RPPH mereka yang telah dibuat sesuai dengan tema-tema yang ada pada buku Kiddos. Untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dalam kegiatan ini, tim pengabdian membuat grup WhatsApp yang diberi nama “Pelatihan Guru PAUD” yang di dalamnya terdapat seluruh guru PAUD yang menjadi peserta kegiatan pelatihan, pengawas PAUD dari Dinas Diknas Kota Bengkulu dan tim pengabdian itu sendiri. Namun demikian, belum ada guru PAUD yang mengumpulkan video rekaman proses pembelajaran mereka kepada tim pengabdian. Hal ini terjadi karena adanya persepsi kalau mengikuti kegiatan pengabdian cukup sampai pada tahap awal pelatihan. Tahap pelatihan yang lama dan sampai pada tahap merekam proses pembelajaran dianggap tidak terlalu menarik meskipun telah dijanjikan reward yang menarik. Ada kecendrungan guru lebih suka pada pelatihan yang singkat dan hadir dalam pemaparan materi. Oleh karena itu, untuk kegiatan pengabdian selanjutnya disarankan tim pengabdian hanya melakukan kegiatan pengabdian yang selesai dalam satu kegiatan dan tidak memakan waktu yang lama dan berlapis tahapannya seperti kegiatan pengabdian ini. DAFTAR PUSTAKA Alber, R. 2014. Scaffolding Strategies to Use with Your Students.online Clarke, P. 2000. Language development and Identity. Keynote Paper, London University Conference Supporting identity and language in the early years, London, UK. Copple, C., & Bredekamp, S. 2009. Developmentally appropriate practice in early childhood programs. Washington, DC National Association for the Education of Young Children. Kamil, M. 2018. Model-Model Pelatihan diakses tanggal 4 April 2019 dari Dharma Raflesia Unib Tahun XVII, Nomor 2 Desember 2019 76 Kemendiknas.2004. Scaffolding Talk dalam Pembelajaran Bahasa Pelatihan Terintegerasi TOT Kurikulum 2004. Pentimonti, J.& M. Justice, L. 2010. Teachers’ Use of Scaffolding Strategies During Read Alouds in the Preschool Classroom. Early Childhood Education Journal. 37. 241-248. Vygotsky, L. S. 1978. Mind in society The development of higher psychological processes. Cambridge, MA Harvard University Press. Yunita, W. & Hati, 2016. Teaching English for Kindergarten Problems and Needs from Teacers’ Perspectives. Proceedings ELTeaM Celebrating Students’ 81-89. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Talk dalam Pembelajaran Bahasa Pelatihan Terintegerasi TOT KurikulumKemendiknasKemendiknas.2004. Scaffolding Talk dalam Pembelajaran Bahasa Pelatihan Terintegerasi TOT Kurikulum Use of Scaffolding Strategies During Read Alouds in the Preschool ClassroomJ M PentimontiL JusticePentimonti, J.& M. Justice, L. 2010. Teachers' Use of Scaffolding Strategies During Read Alouds in the Preschool Classroom. Early Childhood Education Journal. 37. 241-248. English for Kindergarten Problems and Needs from Teacers' PerspectivesW YunitaG M HatiYunita, W. & Hati, 2016. Teaching English for Kindergarten Problems and Needs from Teacers' Perspectives. Proceedings ELTeaM Celebrating Students' 81-89.
Jakarta ANTARA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy mengimbau para guru inti untuk turut serta bekerja keras membangun sumber daya manusia SDM Indonesia. "Guru adalah ujung tombak untuk membenahi layanan pendidikan di masing-masing zona," ujar Mendikbud dalam keterangan pers yang di Jakarta, Senin. Sehingga, definisi keberhasilan guru haruslah diubah, yaitu dapat mendidik dan mengantarkan seluruh siswa berprestasi, tanpa diskriminasi. "Guru yang hebat itu bisa mengantar semuanya menjadi pintar, dan sekolah favorit itu bisa mengantar seluruh siswa menjadi pintar," kata dia. Menteri Muhadjir berharap para guru dapat lebih meningkatkan kontribusinya untuk mendukung pembangunan SDM Indonesia guna menyongsong bonus demografi. Pembangunan SDM menjadi fokus perhatian dari Pemerintah. Para guru supaya bekerja keras, tidak bisa lagi bermain-main dengan tunjangan profesi, terima tunjangan tapi tetap malas. Menurut dia, guru harus proaktif melaksanakan tugas di masing-masing zona layanan pendidikan tempat guru inti bertugas. Demikian disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy saat membuka Pembekalan Calon Guru Inti Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi, yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, yang berlangsung pada tanggal 26 Juli hingga 2 Agustus 2019. Peserta kegiatan Pembekalan Calon Guru Inti Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran PKP Berbasis Zonasi yang diselenggarakan di Surabaya berasal dari 43 kota/kabupaten dari 17 Provinsi di Indonesia, meliputi Aceh, Banten, Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Program ini bertujuan untuk memaksimalkan peran guru inti, kepala sekolah, dan pengawas sekolah pada kelompok kerja di zonasinya. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano, menjelaskan mengenai adanya perubahan skema pelatihan kompetensi guru. “Pelatihan sebelumnya, dilatih di pusat, tapi mulai 2019, dikaitkan dengan penguatan kompetensi pembelajaran, menjadi pelatihan berbasis zonasi dengan melatih para guru inti menjadi fasilitator yang baik, mencakup dari sekolah dasar hingga sekolah menengah,” kata Supriano. Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran PKP akan memaksimalkan peran guru inti, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di kelompok kerja di zonanya masing-masing. Peningkatan kompetensi ini berbiaya murah karena berbasis zonasi. Guru tidak perlu meninggalkan kegiatan belajar dan mengajar KBM di kelas, melaksanakan pengajaran sebaya pada kegiatan kelompok kerja, serta pembelajaran sebaya sesama guru dalam zonasinya. Selain itu, kerja sama antara guru secara berkomunitas, serta kepala sekolah dan pengawas sekolah saling bertukar pengalaman. Pelatihan dilakukan berdasarkan pendekatan masalah yang berawal dari refleksi diri dan analisis hasil UN/USBN serta ujian sekolah. Implementasi program PKP akan berpusat pada kegiatan di zonasi yang mana guru akan melakukan peningkatan kompetensi di zonanya masing-masing, guru tidak lagi dikumpulkan di kabupaten/kota dalam waktu tertentu dan meninggalkan kelas. Supriano berharap para guru inti yang telah dilatih dapat menjadi pelaku perubahan layanan pendidikan di zona masing-masing pada Tahun Ajaran 2019/2020. “Diharapkan guru inti mulai Tahun Ajaran 2019/2020 ini bisa menjadi pelaku peran perubahan di tingkat zonasi,” kata Supriano lagi. Perubahan skema pelatihan bertujuan untuk efektivitas dan efisiensi dalam menyelesaikan masalah layanan pendidikan di tiap daerah. Pelatihan, lanjutnya, akan memfokuskan pada permasalahan layanan pendidikan, dan menggunakan Ujian Nasional sebagai identifikasi sumber permasalahan. Sumbernya Ujian Nasional karena itu capaian riil dari siswa.* Baca juga Mendikbud Zonasi tidak hanya berkait dengan penerimaan siswa baru Baca juga Kemendikbud nyatakan distribusi guru akan berdasarkan zonasiPewarta IndrianiEditor Erafzon Saptiyulda AS COPYRIGHT © ANTARA 2019
› Utama›Pelatihan Guru Bermetode "5 In... Pelatihan guru berbasis zonasi dimulai dengan metode lima kali diskusi dan tiga kali praktik untuk satu pokok bahasan. Sebanyak guru tengah menerapkan pelatihan yang diistilahkan sebagai "5 in dan 3 on" ini. OlehLaraswati Ariadne Anwar 5 menit baca KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR Suasana pelatihan guru berbasis zonasi pada hari Sabtu 2/11/2019 di SMPN 275 Jakarta Timur. Sekolah ini adalah Pusat Belajar untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan KOMPAS — Pelatihan guru berbasis zonasi dimulai dengan metode lima kali diskusi dan tiga kali praktik untuk satu pokok bahasan. Sasaran metode ini untuk mengubah pendekatan guru dalam mengajar agar memerhatikan tumbuh kembang siswa sehingga bukan menitikberatkan kepada kognitif saja, tetapi juga perkembangan nalar dan guru secara serentak tengah menerapkan pelatihan yang diistilahkan sebagai "5 in dan 3 on" tersebut. "In" berarti diskusi dan "on" berarti praktik. Diskusi dilakukan setiap hari Sabtu di pusat belajar PB. Pada Sabtu 2/11/2019 merupakan kali kedua para guru tersebut melakukan diskusi. Terdapat PB se-Indonesia dengan guru inti yang sudah dilatih oleh tim pengembangan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan GTK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setiap PB memiliki 20 guru sasaran dari sekolah-sekolah di sekitar. Artinya, untuk tahun 2019 ada guru diskusi pertama para guru berembuk mengenai masalah pemelajaran yang mereka nilai paling signifikan. Setelah dua kali diskusi, mereka menerapkan metode yang disepakati di sekolah masing-masing. Pada hari Sabtu ketiga guru berkumpul lagi mengevaluasi penerapan ini untuk kemudian diterapkan revisinya."Setiap PB terdiri dari satu guru inti yang menangani 20 guru sasaran. Mereka mendiskusikan mata pelajaran yang spesifik," kata Direktur Jenderal GTK Kemdikbud Supriano, Sabtu, ketika meninjau proses pelatihan di SMPN 275 Jakarta Timur yang merupakan PB mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk guru-guru juga Kompetensi Guru Dimulai dari Perubahan Persepsi BelajarSupriano mengatakan, Kemdikbud melalui situs dan aplikasi Rumah Belajar menyediakan modul pelatihan berdasarkan topik setiap mata pelajaran. Setiap PB bebas memilih modul yang hendak mereka bahas terlebih dahulu sesuai kebutuhan di zona masing-masing. Biasanya per PB memutuskan topik pembahasan berdasarkan peta hasil Ujian Nasional yang menunjukkan poin-poin terperinci yang belum dipahami siswa sehingga guru bisa mengevaluasi cara mereka Rumah Belajar juga memudahkan guru berkomunikasi, mengunduh, dan mengunggah gagasan pemelajaran sehingga terjadi diskusi daring secara nasional. Cara ini lebih efisien dibandingkan dengan metode pelatihan terpusat yang memanggil ribuan guru ke Jakarta dan memberi mereka materi seragam. Kini, guru bisa menentukan titik intervensi prioritas ARIADNE ANWAR Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Supriano mengatakan di Jakarta, Sabtu 2/11/2019 bahwa metode pelatihan guru berbasis zonasi "5 in dan 3 on" berarti lima kali pembahasan masalah yang diselingi tiga kali praktik di sekolah masing-masing dengan evaluasi berkelanjutan. Setiap Pusat Belajar yang melatih 20 guru memiliki fokus bahasan berbeda sesuai dengan masalah di menjabarkan, metode pelatihan berbasis zonasi selain spesifik menyasar masalah pemelajaran juga untuk menguatkan kompetensi pedagogik guru. Berdasarkan evaluasi Kemdikbud, pola pelatihan selama ini fokus kepada peningkatan kapasitas guru menguasai materi pelajaran, bukan kepada cara guru menyampaikan materi kepada pelatihan berbasis zonasi selain spesifik menyasar masalah pemelajaran juga untuk menguatkan kompetensi pedagogik guru."Kalau sekadar materi pelajaran sudah bisa diakses di mana-mana, apalagi di internet. Kita butuh guru yang bisa menyaring materi yang tepat untuk siswa dan menyampaikannya dengan cara yang mengembangkan kreativitas, nalar kritis, dan kemampuan siswa melakukan proyek berkelompok," pelatihan "5 in, 3 on" ini memanfaatkan teknologi digital sebagai alat bantu. Oleh karena itu, guru sasaran memang mereka yang sudah melek teknologi. Harapannya adalah guru-guru lain akan terinspirasi melihat para guru yang mengikuti pelatihan sehingga terimbas Supriano, selain akan menambah jumlah guru inti, PB, dan guru peserta, pada tahun 2020 ia juga berharap akan muncul inisiatif pelatihan-pelatihan mandiri. Kemdikbud menyediakan modul dan metode pemantauan melalui kepala sekolah dan pengawas yang sudah dibekali untuk memastikan bahwa di dalam kelas memang terjadi perubahan cara guru mengajar menjadi terpusat kepada persepsiGuru inti untuk PB IPA SMPN 275 Jakarta Bambang Kusnandar menjelaskan, hal pertama yang dilakukan ialah mengubah persepsi guru dari sebagai pusat pemelajaran menjadi fasilitator pemelajaran. Hal ini karena di era disrupsi teknologi siswa membutuhkan pendamping yang membantu mereka menavigasi berbagai informasi di buku, internet, dan media lain. Siswa memerlukan guru yang bisa memupuk rasa percaya diri dan keberanian untuk mencoba tanpa takut gagal."Berani bereksperimen dengan rumus dan metode pencarian solusi adalah makna dari pemelajaran berbasis nalar tingkat tinggi HOTS/Higher Order of Thinking Skill," tutur Bambang yang juga guru IPA di SMPN 259 bereksperimen dengan rumus dan metode pencarian solusi adalah makna dari pemelajaran berbasis nalar tingkat mengungkapkan, sebagian guru sebenarnya sudah menerapkan HOTS dalam kegiatan belajar sehari-hari. Mereka tidak lagi menyuruh siswa menghafal teori dan rumus, melainkan memberi mereka kebebasan mengutak-atik rumus guna memecahkan persoalan. Sistem asesmen juga tidak sekadar ujian tertulis, ada yang membuat makalah, maket, hingga komik sehingga siswa benar-benar mengerahkan kemampuan mencari informasi, menganalisanya, merancang karya, berkreasi, dan mengasah kemampuan berbahasa. Hanya, guru tidak menyadari bahwa praktik ini sudah termasuk pemelajaran HOTS."Di sisi lain, ada pula guru yang memang belum tahu makna pemelajaran HOTS. kalaupun tahu definisinya, mereka takut mencoba. Alasannya bisa karena takut birokrasi dan bisa pula tidak tahu langkah awal yang harus diambil," ujar juga Pelatihan Guru secara Sistematis Mendesak DilakukanPada pertemuan kedua itu para guru berdiskusi mengenai cara menerapkan pemelajaran berbasis HOTS di kelas masing-masing. Suasana belajar yang cair memungkinkan guru saling memberi masukan. Mereka membuat rancangan pemelajaran untuk kelas masing-masing yang segera diterapkan pekan ini dan akan dievaluasi pada Sabtu itu, di SDN 06 Makassar, Jakarta Timur yang menjadi PB untuk guru-guru SD kelas IV, V, dan VI, mereka belajar membuat pertanyaan tematik yang terbuka beserta penilaian formatif. Arin Darhani Sitepu yang bertugas sebagai guru inti PB ini menjelaskan, guru sudah mengerti cara mengajar yang merangsang kreativitas dan nalar siswa. Masalahnya, ketika mereka mengevaluasi pemahaman siswa terkait materi tersebut, guru terjebak pada pertanyaan-pertanyaan yang normatif."Untuk sesi lima pekan ini kami fokus ke cara merancang pertanyaan dan asesmen formatif. Setelah seri \'5 in dan 3 on\' materi ini selesai, kami akan pindah membahas topik selanjutnya yang disepakati para guru," ucapnya.
pelatihan guru inti 2019